Langsung ke konten utama

Kaum Rebahan dalam Pandangan Islam

 Saudaraku, yang dirahmati Allah , di era digitalisasi ini, kehidupan kita banyak sekali dimudahkan oleh kemajuan teknologi yang begitu pesat.  Dengan gadget di tangan, maka dunia serasa ada di genggaman.  Semua sudah disediakan di layar sentuh dari mulai layanan telekomunikasi, bisnis, hingga cari jodoh. Semuanya begitu mudah, murah, dan membuat terlena setiap individu yang menggunakannya.

Namun, dengan segala manfaatnya, tak bisa dipungkiri, gadget pun memiliki mudharat yang tidak kalah besar dengan kebermanfaatannya serta tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang sepele.  Diantaranya adalah membuat generasi masa kini menjadi “kaum rebahan.”

Disadur dari lektur.id, menurut KBBI, definisi kaum rebahan adalah istilah bagi orang yang senang bermalas-malasan di kasur atau tempat tidur.  Dengan kata lain, dari kaum rebahan adalah istilah untuk orang yang tidak produktif.



Bagaimana kaum rebahan dalam pandangan Islam?

Allah Ta'ala berfirman:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

"Dan beribadahlah engkau kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (yakni kematian)." (QS. Al-Hijr: 99)

Ayat diatas menunjukkan bahwa sebagai manusia, kita diwajibkan untuk terus menerus beribadah hingga ajal tiba.  Sebagai seorang muslim, hendaknya kita mengetahui bahwa dunia ini adalah tempatnya beramal, mengumpulkan bekal untuk akhirat kelak.  Berpayah-payah untuk mendapatkan ridha Allah semata serta bersabar dalam menghadapi ujian serta larangan Allah.

Suatu hari, Imam Ahmad r pernah ditanya tentang kapan waktu istirahat bagi seorang muslim, dan beliau menjawab “saat engkau menginjakkan kakimu ke dalam Surga.”  Hal ini berarti pada hakikatnya tidak ada istirahat di dunia ini kecuali istirahat sewajarnya yang bertujuan untuk menghilangkan lelah dan me-recharge tubuh agar dapat kembali beribadah.

Oleh karena itu, saudaraku, sebagai seorang muslim hendaknya kita selalu berusaha menghindari budaya “santuy” atau menjadi “kaum rebahan” karena hal tersebut bertentangan dengan tujuan utama kita diciptakan oleh Allah dan menggantinya dengan “sibuk” (beribadah) dan menjadi “kaum produktif” yang tidak pernah kehilangan asa untuk selalu mencari peluang sekecil untuk beramal sebagai pundi-pundi tabungan yang akan bermanfaat pada hari dimana dinar dan dirham tidak ada manfaatnya sama sekali,

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang selalu bersegera mencari kesibukan-kesibukan untuk memberatkan timbangan kebaikan di hari akhir yang akan menyelamatkan kita.

Semoga bermanfaat.

 

Referensi:

http://www.salamdakwah.com/artikel/1585-waktu-istirahat-yang-sebenarnya-bagi-seorang-mukmin

 

 

Postingan populer dari blog ini

Rezekimu Tak Mungkin Tertukar

Ada seseorang yang takut tidak mampu menafkahi saat mengetahui istrinya tengah mengandung sedangkan ia sudah memiliki 2 orang anak… Ada orang yang takut mengundurkan diri dari pekerjaannya yang haram karena gajinya besar Wal ‘iyaadzu billah Saudaraku yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, banyak diantara kita, yang mengaku beriman, yang sangat-sangat khawatir dengan kondisinya esok hari.  Dan untuk menghilangkan kekhawatirannya, ia rela melakukan apa saja asalkan menurutnya bisa menjamin kelangsungan hidupnya di masa depan entah hal tersebut halal ataupun haram. Namun, ternyata fenomena seperti ini sudah diketahui sejak 1,400 tahun yang lalu dimana Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ “Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah de

Setelah Hijrah, Apa Langkah Selanjutnya?

Bismillahirrahmanirrahim   Dalam dasawarsa terakhir, dimana-mana, fenomena hijrah begitu marak, utamanya di kalangan generasi X, Y, Z, hingga Milenial.  Hal ini ditandai dengan maraknya kajian-kajian islam ilmiah, status-status di sosial media terkait ilmu syar'i ataupun postingan yang berbau tausiyah, serta selalu bertambahnya jumlah shaf pada saat shalat berjamaah di masjid.  Fenomena yang positif ini patut kita syukuri bersama, karena walau bagaimana pun, ini menjadi sebuah progres yang baik bagi umat islam di Indonesia khususnya dan di seluruh penjuru dunia pada umumnya.   Namun, sayangnya, terkadang kita melihat para "Muhajirin" yang awalnya terlihat bersemangat saat hijrah bahkan seringkali menampakkan ghirah terhadap agamanya, malah tidak konsisten dalam menjalani prinsipnya, seperti kembali mendengarkan musik-musik yang bathil, atau melakukan aktivitas yang berbau mubazir seperti bermain game online, bahkan kembali bergelut dengan riba... wal 'iyadzubillah